Memulai Sebuah Website Part 2: Blogger.com sebagai Online Shop!

Sebulan terakhir seorang klien meminta saya untuk membuat sebuah online shop dengan perwajahan tertentu yang mirip dengan beberapa online shop dari platform bisnis yang baru berkembang.

Seperti biasa, saya interview dengan check list yang saya sebutkan di artikel saya sebelumnya (Baca Memulai Sebuah Website Part 1: Blogger.com sebagai website!).

Lalu muncullah informasi bahwa budget yang tersedia sekitar 2 juta rupiah saja. Lalu lini produk yang dijual adalah tas dengan berbagai macam bentuknya. Juga bahwa klien kali ini adalah remaja yang sebenarnya sudah beberapa waktu menjual produknya di media sosial dan sekarang ingin memiliki online shop sendiri.


Dengan budget terbatas dan kemampuan teknis yang nyaris nol, maka saya sarankan agar klien kita ini menggunakan Blogger.com sebagai fondasi online shopnya.

Hanya memang ada keterbatasan yang dimiliki Blogger.com karena sesuai namanya, Blogger.com sejatinya adalah platform blogging yang didominasi fitur-fitur yang terkait dengan publikasi tulisan, artikel ataupun berita.

Salah satu keterbatasannya adalah tidak adanya penghitung ongkir secara online yang sangat dibutuhkan pembeli dan penjual sebelum menyepakati besaran dana yang harus dibayar saat check out.

Keterbatasan yang lain adalah tidak adanya payment processor yang benar-benar mampu menangani kebutuhan pembayaran menggunakan kartu kredit, paypal, transfer bank ataupun penggunaan rekening bersama.

Namun, itu bukan kendala yang terlalu menghambat. Sebab sudah terbukti penjualan klien kita sebelum memiliki online shop pun hanya ditumpu media sosial yang sistem pembelian dan pembayarannya bisa dibilang masih "tradisional" yaitu:

  • Pembeli memilih barang, 
  • Menanyakan stok barang dan opsi-opsi warna serta variasi model,
  • Lalu menghitung ongkos kirim via ekspedisi pengiriman pilihan secara manual,
  • Lalu menyepakati ongkos kirim dan harga akhirnya,
  • Lalu menyerahkan data alamat pengiriman,
  • Lalu mentransfer dana pembelian via ATM atau internet banking,
  • Lalu melakukan konfirmasi transfer,
  • Lalu penjual mengirim barangnya,
  • Lalu penerima menerima barang dan mengkonfirmasi.

Yang semuanya dilakukan menggunakan aplikasi Whatsapp... Selesai.

Artinya, online shop yang hendak dibuat masih sebatas memindahkan proses jual beli online di media sosial yang masih "tradisional" tersebut dan sedikit melakukan otomatisasi pada beberapa langkah proses misalnya: pemilihan warna dan opsi model lain juga penghitungan diskon.

Tentu tidak ada otomatisasi penghitungan ongkir ke alamat pembeli apalagi pilihan pembayaran tanpa harus konfirmasi seperti yang sudah saya singgung di atas.

Untungnya, dengan sedikit improvisasi yang bisa saya lakukan, online shop tersebut sekarang memiliki fitur check out langsung ke Whatsapp yang hasil positifnya adalah mengotomatisasi beberapa langkah "tradisional" yang saya sebutkan sebelumnya.

Alih-alih membuat online shop dengan fitur bejibun (tapi mahal) yang cocok dengan "tradisi" online shopping di Indonesia, saya sarankan kepada klien agar fokus di penjualan dan bukan di fitur.

Ini persis saran saya yang saya sebutkan di artikel sebelumnya terkait dunia online publishing.

Tak begitu penting platform dan pondasi media anda. Yang terpenting adalah kontennya.

Begitu pula dalam dunia online shop. Tak begitu penting platform dan fitur online shop anda. Yang terpenting adalah penjualan dan omset.

"Fokus saja di situ, dan biarkan saya yang urus sisanya..." Begitu kira-kira bahasa advertisingnya.

Selamat mencoba.

No comments:

Post a Comment